Minggu, 20 September 2009

Konser Diam-diam Efek Rumah Kaca


Sumber : Kiriman Anwar Holid via Milis Pasar Buku diposting kembali oleh opungregar
Oleh Anwar Holid

Band Efek Rumah Kaca (ERK) manggung tanpa disertai publisitas di Rumah Buku, Bandung. Main secara akustik, membawakan lagu-lagu dari dua album mereka, diselingi kejutan menyanyikan beberapa cover version, dalam konser yang berlangsung intim dan dirancang bagus.

BANDUNG - Masih dalam suasana agak murung karena kemarin Shanti panas demam dan kondisi finansial masih melarat, aku sekeluarga datang ke Rumah Buku untuk nonton band Efek Rumah Kaca pada Sabtu, 6 Juni 2009. Seminggu lalu tersiar kabar dari mulut ke mulut bahwa band indie yang lagi hip ini akan manggung di tempat yang asri ini. "Tapi jangan bilang-bilang orang lain ya, soalnya mereka ingin bikin kejutan kayak konser rahasia, gitu," kata orang waktu aku terakhir ke sana untuk pinjam buku The Book of Disquiet (Fernando Pessoa).

Tubuh Shanti sudah normal sejak pagi tadi, dan keceriaannya juga pulih. Itu membuat kami berani membawanya. Rumah Buku sudah lebih ramai dari biasanya waktu kami datang. Teras belakang mereka sedang disetting menjadi "ruang keluarga" untuk persiapan main Efek Rumah Kaca. Fenfen dan Ilalang kangen-kangenan dengan menyapa orang-orang yang mereka kenal. Rani dan Budi dari Rumah Buku menyambut dengan ramah dan lucu-lucuan. Dalam suasana seperti itu, kesenangan menghampiri dan aku merasa mudah penuh terisi oleh kelegaan.

"Maaf ya, mulai mainnya jadi jam setengah lima. Soalnya kita ingin dapat suasana sore yang bagus," entah kata Rani atau Budi yang bilang waktu jam sudah menunjukkan pukul 15.30, jadwal mereka manggung. Wah, makin malam kami pulang, makin kuatir kami pada kondisi Shanti. Orang demam bisa balik panas lagi kalau belum-belum pulih. Bandung hari itu panas, meski sempat turun gerimis sebentar. Menjelang konser cuaca cerah sekali.

"Yang datang ternyata cukup banyak juga ya. Tadinya kami khawatir nggak akan ada yang datang karena sok-sok bikin konser diam-diam, gitu," kata Cholil menyapa penonton yang pada duduk memenuhi taman beralaskan koran dan berbekal losion antinyamuk. Konser tanpa pemberitahuan ini mengingatkan aku pada Heima, film karya grup Sigur Ros tentang mudik mereka di Islandia setelah sekitar setahunan tur keliling dunia. Film kebanyakan berisi scene alam terbuka dan suasana lingkungan yang dramatik.

Aku baru pertama kali ini lihat Efek Rumah Kaca. Sound gaya unplugged mereka menurutku keren. Cholil memainkan gitar akustik yang setting suaranya mengeluarkan bunyi begitu kuat dan penuh, hingga melodi-melodi yang tinggi dan nyaring dari album mereka tersalin dengan sempurna. Adrian main bass dengan kalem, mengiringi sebagai backing vokal. Akbar menurutku tampak sangat santai dan paling enak dilihat. Gerakan tubuhnya di tengah set drum terlihat ritmik, sambil tangan dan kakinya bekerja. Hentakan drumnya asyik; tidak terdengar sebagai pukulan drum nada pop, tetapi malah seperti dalam band jazz atau progresif rock.

Pilihan nada mereka mengingatkan aku pada grup seperti Pink Floyd dan Coldplay. Secara musikalitas, gaya akustik ini terdengar mirip dengan pilihan Damien Rice. Gitar dan bass dibuat seakan-akan bergema, iringan pukulan drum atraktik, jadi meskipun mereka trio, musiknya penuh. Tak ada ruang kosong yang terdengar karena mereka sedikitan. Lagu-lagu mereka yang kurang akrab bagi telinga yang tiap hari mendengar nada pop juga menguatkan mitos pada grup ini.

Efek Rumah Kaca bilang bahwa mereka grup pop, tapi pilihan nada, aksi, juga pernyataan mereka justru bertentangan sebagai band pop yang haus publisitas atau menciptakan lagu yang mudah didengar. Mungkin mereka mau memudahkan. Mereka tidak menyiratkan sebagai band pop. Langkah mereka tidak populer; aku pernah lihat foto mereka bertiga mengenakan t-shirt bertuliskan: Pasar Bisa Diciptakan. Menurutku mereka grup alternatif atau postrock. Banyak orang bilang grup ini politis, seperti terbukti dari beberapa lagunya. Mereka juga justru mengkritik budaya pop dan konsumerisme. Mau mengubah dari dalam?

Mungkin itu yang membuat lagu-lagu mereka agak susah dihafal. Aku beberapa bulan ini dengar album ke dua mereka, Kamar Gelap, dengan hanya mudah ingat Mosi Tidak Percaya (lagu yang sangat politis), Kenakalan Remaja di Era Informatika (singel dari album ini), dan Laki-laki Pemalu. Dari album pertama, yang teringat mudah ialah Cinta Melulu, Terus Belanja Sampai Mati, dan tentu saja lagu yang membuat mereka bisa memikat banyak orang: Di Udara---sebuah lagu yang konon tentang Munir, karena memang didedikasikan buat dia.

Sore itu Efek Rumah Kaca main dua sesi. Sesi pertama berlangsung sampai menjelang magrib. Aku ikut berdendang tapi terkadang lupa judulnya. Sesi kedua Cholil main dengan mengenakan sweater, mungkin kedinginan oleh hawa yang mulai dingin. Dia mula-mula menyanyikan dua cover sendirian, lantas memanggil Adrian dan Akbar untuk memainkan Hallelujah dari versi Jeff Buckley. Ini mungkin kejutan buat para pengunjung. Adrian juga nyanyi Laki-laki Pemalu. Selama konser berlangsung, Rani terus melakukan shooting. Budi bilang pada penonton bahwa konser ini direkam. Aku berharap agar acara bernama "Rukustik" rekaman ini nanti dirilis sebagai live album.

Kami terpkasa pulang lebih awal, setelah Budi mengajak trio ngobrol dengan lucu. Tubuh Shanti kembali lebih hangat, jadi Fenfen dan aku khawatir. Gerimis juga sudah turun agak sering. Entah bagaimana konser itu berakhir, apa mereka jalan terus meski gerimis, atau harus berhenti karena penonton tentu mulai basah. Aku senang bisa nonton acara musik yang bagus dan beli pin ERK gambar pohon meranggas. Ilalang dan Shanti juga gembira. Fenfen banyak ngobrol dengan teman-temannya. Sabtu sore yang memuaskan, sebelum aku harus antusias untuk kembali berhadap-hadapan dengan wajah kehidupan yang menyeringai mengancam.[]

Copyright © 2008 oleh Anwar Holid

KONTAK: wartax@yahoo.com | Tel.: (022) 2037348 | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Situs terkait:
http://www.rukukineruku.com
http://halamanganjil.blogspot.com (foto-foto konser, akan diupload)

Anwar Holid: penulis, penyunting, publisis; eksponen TEXTOUR, Rumah Buku.